52 - Apa Yang Membuat Pandangan Akan Tuhan Yesus Menjadi Kabur?
Several years ago, while journeying from Christiania, Norway, to Goteborg, Sweden, I was favored with a sight of the most glorious sunset it was ever my privilege to behold. Language is inadequate to picture its beauty. The last beams of the setting sun, silver and gold, purple, amber, and crimson, shed their glories athwart the sky, growing brighter and brighter, rising higher and higher in the heavens, until it seemed that the gates of the city of God had been left ajar, and gleams of the inner glory were flashing through. For two hours the wondrous splendor continued to light up the cold northern sky,—a picture painted by the great Master Artist upon the shifting canvas of the heavens. Like the smile of God it seemed, above all earthly homes, above the rock-bound plains, the rugged mountains, the lonely forests, through which our journey lay. YI October 23, 1902, par. 1
Beberapa tahun yang lalu, saat melakukan perjalanan dari Christiania, Norwegia, ke Goteborg, Swedia, saya disuguhi pemandangan matahari terbenam yang paling indah yang pernah saya lihat. Bahasa tidak cukup untuk menggambarkan keindahannya. Sinar terakhir matahari terbenam, perak dan emas, ungu, kuning, dan merah tua, memancarkan kemuliaan mereka di langit, semakin terang dan semakin terang, semakin tinggi dan tinggi di surga, sampai tampaknya gerbang kota Tuhan telah dibiarkan terbuka sedikit, dan kilau kemuliaan batin bersinar melaluinya. Selama dua jam kemegahan yang menakjubkan terus menerangi langit utara yang dingin,—sebuah gambar yang dilukis oleh Seniman Agung yang agung di atas kanvas surga yang bergerak. Seperti senyum Tuhan, itu tampak, di atas semua rumah duniawi, di atas dataran berbatu, pegunungan terjal, hutan sepi, tempat perjalanan kami terbentang. YI 23 Oktober 1902, par. 1
Angels of mercy seemed whispering: “Look up! This glory is but a gleam of the light which flows from the throne of God. Live not for earth alone. Look up, and behold by faith the mansions of the heavenly home.” This scene was to me as the bow of promise to Noah, enabling me to grasp the assurance of God's unfailing care, and to look forward to the haven of rest awaiting the faithful worker. Ever since that time I have felt that God granted us this token of his love for our encouragement. Never while memory lingers, can I forget that vision of beauty, and the comfort and peace it brought. YI October 23, 1902, par. 2
Para malaikat belas kasihan tampak berbisik: “Lihatlah ke atas! Kemuliaan ini hanyalah secercah cahaya yang mengalir dari takhta Allah. Jangan hidup hanya untuk dunia ini. Lihatlah ke atas, dan lihatlah dengan iman rumah-rumah surgawi.” Bagi saya, pemandangan ini bagaikan busur janji bagi Nuh, yang memampukan saya untuk memahami kepastian pemeliharaan Allah yang tak pernah gagal, dan untuk menantikan surga peristirahatan yang menanti pekerja yang setia itu. Sejak saat itu saya merasa bahwa Allah menganugerahkan kepada kita tanda kasih-Nya ini untuk memberi kita dorongan. Selama ingatan masih ada, saya tidak akan pernah melupakan pemandangan keindahan itu, dan penghiburan serta kedamaian yang dibawanya. YI 23 Oktober 1902, par. 2
As God's children, it is our privilege ever to look up, keeping the eye of faith fixed on Christ. As we constantly keep him in view, the sunshine of his presence floods the chambers of the mind. The light of Christ in the soul-temple brings peace. The soul is stayed on God. All perplexities and anxieties are committed to Jesus. As we continue to behold him, his image becomes engraved on the heart, and is revealed in the daily life. YI October 23, 1902, par. 3
Sebagai anak-anak Allah, merupakan hak istimewa kita untuk senantiasa memandang ke atas, menjaga mata iman tetap tertuju kepada Kristus. Saat kita terus-menerus memandang-Nya, sinar matahari kehadiran-Nya membanjiri ruang-ruang pikiran. Terang Kristus di bait jiwa mendatangkan kedamaian. Jiwa tetap tertuju kepada Allah. Semua kebingungan dan kecemasan diserahkan kepada Yesus. Saat kita terus memandang-Nya, gambar-Nya terukir di hati, dan terungkap dalam kehidupan sehari-hari. YI 23 Oktober 1902, par. 3
But if, after conversion, we allow worldliness to creep into the heart, if we cherish it as a welcome guest, there is an entire change. The view of Jesus is eclipsed. The vision of his purity, his goodness, his matchless love, is dimmed. Peace is gone. No longer is the soul committed to him in simple, perfect trust. The whole Christian life seems uncertain. YI October 23, 1902, par. 4
Tetapi jika, setelah pertobatan, kita membiarkan keduniawian menyusup ke dalam hati, jika kita menghargainya sebagai tamu yang disambut baik, maka akan terjadi perubahan total. Pandangan tentang Yesus menjadi kabur. Visi tentang kemurnian-Nya, kebaikan-Nya, kasih-Nya yang tak tertandingi, menjadi redup. Kedamaian telah sirna. Jiwa tidak lagi berserah kepada-Nya dalam kepercayaan yang sederhana dan sempurna. Seluruh kehidupan Kristen tampak tidak pasti. YI 23 Oktober 1902, par. 4
My dear young friends, ever keep Christ in view. Thus only can you keep the eye single to God's glory. Jesus is your light and life and peace and assurance forever. By beholding him you are changed from glory to glory—from character to character. YI October 23, 1902, par. 5
Sahabat-sahabat mudaku yang terkasih, selalu ingat kepada Kristus. Hanya dengan demikianlah kamu dapat memusatkan perhatian kepada kemuliaan Allah. Yesus adalah terang dan hidupmu, kedamaian dan jaminan selamanya. Dengan memandang Dia kamu diubahkan dari kemuliaan kepada kemuliaan—dari karakter kepada karakter. YI 23 Oktober 1902, par. 5
a more sure word of prophecy
3 komentar untuk "52 - Apa Yang Membuat Pandangan Akan Tuhan Yesus Menjadi Kabur? "
Pandanglah Pada Yesus dan Tolak Keduniawian
Puji Tuhan BRB 52 sudah mengingatkan