12 - The Only Way We Can Be Overcomers



EGW
Dear Brethren and Sisters,

For some months past my spirit has been much depressed. God has seen fit to use me, a feeble instrument, for a few years past by giving me visions. This place I have not desired. I have ever known that it would cause me many hours of anguish of spirit. Messages have been given me, and it has been enjoined upon me to be faithful in declaring them. My feelings have been sensitive, and while with the fear of God before me, I have been obliged to faithfully relate what God has shown me, my sufferings of mind have been intense. RH January 10, 1856, par. 1
Selama beberapa bulan terakhir, jiwaku sangat tertekan. Tuhan telah berkenan menggunakan aku, instrumen yang lemah, selama beberapa tahun terakhir dengan memberiku penglihatan. Posisi ini tidak pernah kuinginkan. Aku selalu tahu bahwa itu akan membuatku menderita selama berjam-jam. Pesan-pesan telah diberikan kepadaku, dan telah diperintahkan kepadaku untuk setia dalam menyampaikannya. Perasaanku menjadi sensitif, dan meskipun dengan rasa takut akan Tuhan di hadapanku, aku diwajibkan untuk dengan setia menceritakan apa yang telah Tuhan tunjukkan kepadaku, penderitaan batinku terasa begitu hebat. RH 10 Januari 1856, par. 1
And then when I have seen how little the visions have been heeded, and what little effect they have had upon others, I have been discouraged. The visions have been of late less and less frequent, and my testimony for God’s children had been gone. I have thought that my work in God’s cause was done, and that I had no further duty to do, but to save my own soul, and carefully attend to my little family; have a good influence over my children, pray with them, and for them, that they may be saved. RH January 10, 1856, par. 2
Dan kemudian ketika saya melihat betapa sedikitnya penglihatan-penglihatan itu diindahkan, dan betapa kecil pengaruhnya terhadap orang lain, saya merasa kecil hati. Akhir-akhir ini penglihatan-penglihatan itu semakin jarang, dan kesaksian saya bagi anak-anak Tuhan telah lenyap. Saya pikir pekerjaan saya di jalan Tuhan telah selesai, dan saya tidak punya kewajiban lagi selain menyelamatkan jiwa saya sendiri, dan dengan saksama memperhatikan keluarga kecil saya; berikanlah pengaruh yang baik kepada anak-anak saya, berdoalah bersama mereka, dan bagi mereka, agar mereka diselamatkan. RH 10 Januari 1856, par. 2
I have greatly feared they might be left without a father’s care. My husband’s poor health has made me tremble for the future. My prospects looked dark. I have tried to bear up with good courage, but have nearly all the time carried with me an aching heart. I have seldom told my feelings, for I believed it to be wrong to talk trials and darkness to others, as it would have an effect to discourage them, and weaken their faith. RH January 10, 1856, par. 3
Saya sangat khawatir mereka akan ditinggalkan tanpa pengasuhan seorang ayah. Kesehatan suami saya yang buruk membuat saya gemetar memikirkan masa depan. Prospek saya tampak suram. Saya telah mencoba bertahan dengan tabah, tetapi hampir selalu dihantui rasa sakit hati. Saya jarang mengungkapkan perasaan saya, karena saya percaya bahwa membicarakan cobaan dan kegelapan kepada orang lain adalah tindakan yang salah, karena akan membuat mereka patah semangat dan melemahkan iman mereka. RH 10 Januari 1856, par. 3
At our late Conference at Battle Creek, in November God wrought for us. The minds of the servants of God were exercised as to the gifts of the Church, and if God’s frown had been brought upon his people because the gifts had been slighted and neglected, there was a pleasing prospect that his smiles would again be upon us, and he would graciously and mercifully revive the gifts again, and they would live in the Church, to encourage the desponding and fainting soul, and to correct and reprove the erring. RH January 10, 1856, par. 4
Pada Konferensi kami yang terakhir di Battle Creek, bulan November, Tuhan bekerja bagi kami. Pikiran para hamba Tuhan tergerak sehubungan dengan karunia-karunia Gereja, dan jika Allah telah mendatangkan wajah muram atas umat-Nya karena karunia-karunia itu telah diremehkan dan diabaikan, ada prospek yang menggembirakan bahwa senyum-Nya akan kembali kepada kami, dan Dia akan dengan murah hati dan penuh belas kasihan menghidupkan kembali karunia-karunia itu, dan karunia-karunia itu akan hidup di dalam Gereja, untuk menyemangati jiwa yang putus asa dan lemah, dan untuk mengoreksi serta menegur mereka yang bersalah. RH 10 Januari 1856, par. 4
Our trembling faith has again pierced the clouds of darkness that have been gathering over us, and is fixed upon our Eternal Sun, whose beams have again dispersed our gloom. And with hope and confidence we will do our duty to those around us; declare faithfully what God bids us, let the consequences be what they may. He that bids us speak will take care of the consequences if we do his will. Jesus will not lay upon us any greater burden than we can bear. RH January 10, 1856, par. 5
Iman kita yang gemetar telah kembali menembus awan kegelapan yang telah berkumpul di atas kita, dan tertuju pada Matahari Abadi kita, yang sinarnya telah kembali membubarkan kegelapan kita. Dan dengan harapan dan keyakinan, kita akan melakukan tugas kita kepada orang-orang di sekitar kita; nyatakan dengan setia apa yang Tuhan perintahkan kepada kita, biarlah konsekuensinya apa pun. Dia yang meminta kita berbicara akan menanggung konsekuensinya jika kita melakukan kehendak-Nya. Yesus tidak akan membebani kita dengan beban yang lebih berat daripada yang dapat kita tanggung. RH 10 Januari 1856, par. 5

All have an influence, and that influence tells for God and heaven, or for Satan and hell. I cannot, I dare not hold my peace. I must warn those in danger to escape the wrath of God. A great work must be done for us. We are contented to live at too great a distance from God. Our hearts are not right before him, or we should feel deep longings of soul for a devotedness to his cause. RH January 10, 1856, par. 6
Semua orang memiliki pengaruh, dan pengaruh itu berbicara tentang Tuhan dan surga, atau tentang Setan dan neraka. Saya tidak bisa, saya tidak berani berdiam diri. Saya harus memperingatkan mereka yang berada dalam bahaya agar terhindar dari murka Tuhan. Sebuah pekerjaan besar harus dilakukan bagi kita. Kita merasa cukup hidup terlalu jauh dari Tuhan. Hati kita tidak benar di hadapan-Nya, atau kita akan merasakan kerinduan jiwa yang mendalam akan pengabdian kepada tujuan-Nya. RH 10 Januari 1856, par. 6
Are we willing to search our own hearts, and compare our lives with our holy Pattern! We are too well satisfied with a form. We must have the power of godliness in the soul. We must have our minds running in the right channel. Our conversation is too much upon things of earth. And when we meet to worship God, it takes time to get the mind fixed upon God, or in a heavenly frame to serve him. We have had so few thoughts of God and heaven, we cannot approach him with confidence in faith; and we pray and labor in darkness, when it is our privilege to be in the light. RH January 10, 1856, par. 7
Bersediakah kita menyelidiki hati kita sendiri, dan membandingkan hidup kita dengan Teladan kudus kita! Kita terlalu puas dengan suatu bentuk. Kita harus memiliki kuasa kesalehan dalam jiwa. Kita harus mengarahkan pikiran kita pada jalur yang benar. Percakapan kita terlalu banyak pada hal-hal duniawi. Dan ketika kita bertemu untuk menyembah Tuhan, dibutuhkan waktu untuk memusatkan pikiran kepada Tuhan, atau dalam bingkai surgawi untuk melayani-Nya. Kita hanya memiliki sedikit pemikiran tentang Tuhan dan surga, sehingga kita tidak dapat mendekati-Nya dengan keyakinan iman; dan kita berdoa serta bekerja dalam kegelapan, padahal merupakan hak istimewa kita untuk berada dalam terang. RH 10 Januari 1856, par. 7
There must be a living to God out of meeting. Our thoughts must be upon heavenly things, and a cheerful, happy frame of mind we should cherish, and then when we meet to worship, we can pray in faith, can come right to the point without wading through so much darkness. We must possess a spirit of consecration. This poor earth seems to be like a load stone. It draws our minds and occupies them so that there is but little room for heavenly thoughts and principles. This need not be so. My own experience tells me that heaven can attract us. We can keep our thoughts upon Jesus and his lovely character, and upon our priceless treasure. We can be strong in God. We can have an increase in faith. We must hold the victory as we obtain it, and then it will be easy believing. If we continue to hold the victory, our faith will grow. This is the only way we can be overcomers, and at last come off victorious. RH January 10, 1856, par. 8
Harus ada kehidupan bagi Allah melalui pertemuan. Pikiran kita harus tertuju pada hal-hal surgawi, dan suasana hati yang riang dan bahagia harus kita hargai, sehingga ketika kita bertemu untuk beribadah, kita dapat berdoa dengan iman, dapat langsung ke pokok permasalahan tanpa harus mengarungi begitu banyak kegelapan. Kita harus memiliki roh pengudusan. Bumi yang malang ini terasa seperti batu beban. Ia menarik dan memenuhi pikiran kita sehingga hanya ada sedikit ruang untuk pemikiran dan prinsip-prinsip surgawi. Hal ini tidak perlu terjadi. Pengalaman saya sendiri menunjukkan bahwa surga dapat menarik kita. Kita dapat memusatkan pikiran kita pada Yesus dan karakter-Nya yang indah, dan pada harta kita yang tak ternilai. Kita dapat menjadi kuat di dalam Allah. Kita dapat bertumbuh dalam iman. Kita harus memegang kemenangan saat kita memperolehnya, dan kemudian akan mudah untuk percaya. Jika kita terus memegang kemenangan, iman kita akan bertumbuh. Inilah satu-satunya cara kita dapat menjadi pemenang, dan akhirnya keluar sebagai pemenang. RH 10 Januari 1856, par. 8
But how often we get a little victory, feel that God had heard us pray, and when any trial arises, and dark clouds and adversity come, we yield up what we have obtained. Our faith dies, and we again encourage unbelief to come into our souls. And when we would make another effort for freedom of soul, it is much harder for us to come up to the point, to take God at his word than before. We must first mourn about ourselves, and sorrow that we are so dark; and we have to make a greater effort for victory than before. RH January 10, 1856, par. 9
Namun, betapa seringnya kita meraih sedikit kemenangan, merasa Tuhan telah mendengar doa kita, dan ketika cobaan datang, awan gelap dan kesulitan menghampiri, kita menyerahkan apa yang telah kita peroleh. Iman kita mati, dan kita kembali mendorong ketidakpercayaan untuk merasuki jiwa kita. Dan ketika kita ingin sekali lagi berusaha untuk kebebasan jiwa, jauh lebih sulit bagi kita untuk sampai pada titik itu, untuk mempercayai firman Tuhan daripada sebelumnya. Pertama-tama kita harus meratapi diri kita sendiri, dan bersedih karena kita begitu gelap; dan kita harus berusaha lebih keras untuk meraih kemenangan daripada sebelumnya. RH 10 Januari 1856, par. 9

Let us have that faith that takes hold of the promises of God, and will not let go; faith that will live in adversity, clouds and gloom, and although trembling, will find its way through every obstacle, up within the second vail, and there grasp the desired blessing. A dead faith will do us no good. We must have a living faith, and then we shall have a living experience. RH January 10, 1856, par. 10
Marilah kita memiliki iman yang berpegang teguh pada janji-janji Allah, dan tak akan melepaskannya; iman yang akan hidup dalam kesulitan, awan, dan kegelapan, dan meskipun gemetar, akan menemukan jalannya melalui setiap rintangan, naik ke balik tabir kedua, dan di sana meraih berkat yang diinginkan. Iman yang mati tidak akan bermanfaat bagi kita. Kita harus memiliki iman yang hidup, maka kita akan memiliki pengalaman yang hidup. RH 10 Januari 1856, par. 10
We have felt the power and blessing of God for a few weeks past. God has been very merciful. He has wrought in a wonderful manner for my husband. We have brought him to our great Physician in the arms of our faith, and like blind Bartimaeus have cried,“Jesus thou Son of David, have mercy on us;” we have been comforted. The healing power of God has been felt. All medicine has been laid aside, and we rely alone upon the arm of our great Physician. We are not yet satisfied. Our faith says, Entire restoration. We have seen the salvation of God, yet we expect to see and feel more. I believe without a doubt that my husband will yet be able to sound the last notes of warning to the world. RH January 10, 1856, par. 11
Kami telah merasakan kuasa dan berkat Tuhan selama beberapa minggu terakhir. Tuhan sungguh penuh belas kasihan. Dia telah bekerja dengan cara yang luar biasa bagi suami saya. Kami telah membawanya kepada Tabib agung kami dalam pelukan iman kami, dan seperti Bartimeus yang buta, kami berseru, "Yesus, Anak Daud, kasihanilah kami;" kami telah dihibur. Kuasa penyembuhan Tuhan telah dirasakan. Semua obat telah dikesampingkan, dan kami hanya bersandar pada tangan Tabib agung kami. Kami belum puas. Iman kami berkata, Pemulihan total. Kami telah melihat keselamatan dari Tuhan, namun kami berharap untuk melihat dan merasakan lebih banyak lagi. Saya percaya tanpa ragu bahwa suami saya masih akan mampu membunyikan nada peringatan terakhir kepada dunia. RH 10 Januari 1856, par. 11
For weeks past our peace has been like a river. Our souls triumph in God. Gratitude, unspeakable gratitude, fills my soul for the tokens of God’s love, which we have of late felt and seen. We feel like dedicating ourselves anew to God; devoting ourselves to work. We desire to be a living sacrifice to God, and to shed a holy influence. My very being longs after God. I thirst, I pant for living waters. RH January 10, 1856, par. 12
Selama berminggu-minggu terakhir, kedamaian kami bagaikan sungai. Jiwa kami menang di dalam Tuhan. Rasa syukur, rasa syukur yang tak terlukiskan, memenuhi jiwaku atas tanda-tanda kasih Tuhan, yang baru-baru ini kami rasakan dan saksikan. Kami ingin kembali mengabdikan diri kepada Tuhan; mengabdikan diri untuk bekerja. Kami rindu menjadi persembahan yang hidup bagi Tuhan, dan memancarkan pengaruh yang kudus. Diriku merindukan Tuhan. Aku haus, aku merindukan air hidup. RH 10 Januari 1856, par. 12
Our example and lives tell either for heaven, eternal life, or darkness and death. Our lives should be holy, and we should oft hold communion with God, draw nourishment from Jesus the living vine, that our souls may flourish in the Lord. Then can we exert a holy influence. How holy should those live who believe we are having the last message of mercy to the world. We should take a humble, meek stand, and yet the very truths that we profess will lead us to exalt the standard, and to occupy an elevated position, far above the low, vain, joking trifler of the world. RH January 10, 1856, par. 13
Teladan dan kehidupan kita memberi petunjuk tentang surga, kehidupan kekal, atau kegelapan dan kematian. Hidup kita hendaknya kudus, dan kita hendaknya sering bersekutu dengan Allah, memperoleh makanan dari Yesus, pokok anggur yang hidup, agar jiwa kita bertumbuh subur di dalam Tuhan. Dengan demikian, kita dapat memberikan pengaruh yang kudus. Betapa kudusnya seharusnya hidup mereka yang percaya bahwa kita sedang menyampaikan pesan terakhir tentang belas kasihan kepada dunia. Kita hendaknya mengambil sikap yang rendah hati dan lemah lembut, namun kebenaran yang kita akui akan menuntun kita untuk meninggikan standar, dan menempati posisi yang tinggi, jauh di atas orang-orang dunia yang rendah, sombong, dan suka bercanda. RH 10 Januari 1856, par. 13

True christian humility will lead us to this. A sense of our own weakness and frailty will lead us to lean upon One that is mighty to save, whose delight is to impart strength and courage to the humble, self-abased suppliant. Humility is the greatest ornament a christian can wear. Jesus loves to honor such, and lift them up. There is a fullness in Jesus. We can partake of his rich grace, and abundant salvation. We can rejoice in a whole Saviour, and have unwavering trust and confidence in God. We are too faithless, too doubting. Our faith in God’s precious promises should grow every day. If we hold the victory over the powers of darkness it must be by constant, persevering watchfulness and almost unceasing prayer. It must be an every day work. If we grow in grace and in knowledge of the truth, we must have the words of our mouth select, and seasoned with grace. God will help in our efforts. Angels will watch over us, and our soul will be like a watered garden. RH January 10, 1856, par. 14
Kerendahan hati Kristen sejati akan menuntun kita kepada hal ini. Kesadaran akan kelemahan dan kerapuhan diri kita akan menuntun kita untuk bersandar kepada Dia yang Mahakuasa untuk menyelamatkan, yang kesukaan-Nya adalah memberikan kekuatan dan keberanian kepada mereka yang rendah hati dan merendahkan diri. Kerendahan hati adalah perhiasan terbesar yang dapat dikenakan seorang Kristen. Yesus senang menghormati mereka, dan mengangkat mereka. Ada kepenuhan di dalam Yesus. Kita dapat mengambil bagian dalam kasih karunia-Nya yang melimpah, dan keselamatan yang berlimpah. Kita dapat bersukacita dalam Juruselamat yang utuh, dan memiliki kepercayaan serta keyakinan yang teguh kepada Allah. Kita terlalu tidak beriman, terlalu ragu. Iman kita kepada janji-janji Allah yang berharga harus bertumbuh setiap hari. Jika kita meraih kemenangan atas kuasa kegelapan, itu harus melalui kewaspadaan yang terus-menerus dan tekun serta doa yang hampir tak henti-hentinya. Itu harus menjadi pekerjaan setiap hari. Jika kita bertumbuh dalam kasih karunia dan pengetahuan akan kebenaran, kita harus memiliki perkataan yang dipilih dari mulut kita, dan dibumbui dengan kasih karunia. Allah akan membantu upaya kita. Para malaikat akan menjaga kita, dan jiwa kita akan seperti taman yang diairi. RH 10 Januari 1856, par. 14

E. G. White.


a more sure word of prophecy

Posting Komentar untuk "12 - The Only Way We Can Be Overcomers"